Kemiskinan,
Puasa dan Korupsi
(Penulis drs Ec Agung
Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 8 sumber berbeda)
Matahari tengah panas panasnya saat INFOKU
berbincang dengan si tukang becak, entah kenapa dia melarang namanya di tulis
dalam berita atau semacamnya.
“mas . . . tapi jangan
ditulis ya nama ku ” katanya ditengah tengah bercerita tentang kesehariannya
sebagai supir becak(tukang becak).
Dia cerita, penghasilan
yang kecil, malahan sering kurang alias minus untuk sehari harinya. sering
pinjam sana pinjam sini, sehari saya rata-rata dapat ya biasa kadang kalau lagi
ramai Rp 25 ribu sehari dari pagi sampai sore, tetapi bila sepi penumpang
kadang satu saja tak dapat.
Saat ini minyak juga tahu
sendiri lah naik, bahan pokok otomatis ikut naik, kami ingin juga menaikkan
tarip becak ini tetapi melihat kondisi sepertinya kami hanya bisa menaikkan
sedikit antara 2000 – 3000 di sesuaikan dengan beban angkutan dan jarak.
Untuk bulan puasa saya
biasa saja, tak ada yang berubah, tetap bekerja kalau kuat insya’ allah ya
puasa, puasa bukanlah alasan untuk tidak mencari nafkah untuk keluarga,
tambahnya.
Dia mengaku pada tahun kemarin saya puasa, dan alhamdulilah tetap
bisa puasa yang penting tidak memaksakan diri, jika terasa haus ya
istirahat dulu baru lanjut keliling.
Itulah perkataan jujur seorang tukang
becak lalu bagaiamana bila disbanding para koruptor …?
Memang pada tahun ini Ramadhan datang saat
republik ini masih berduka. Kali ini bulan suci menyaksikan rentetan masalah
yang datang silih berganti. baru-baru ini telah datang lagi bencana alam gempa
bumi di Aceh yang memakan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit, serta
Kenaikan harga BBM. Hal ini berimplikasi menambah deretan daftar masyarakat
miskin.
Bahkan, menurut hasil
Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah
penduduk miskin meningkat 3,95 juta jiwa. Jadi, jumlah absolut penduduk miskin
kini menjadi 39,05 juta jiwa atau 17,75 persen dari total penduduk Indonesia.
Ironis memang. Padahal,
bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang religius, beradab, santun, dan kaya
akan sumber daya alam. Akan tetapi, sayang, realitasnya tidak menggambarkan
citra yang melekat.
Hal itu telah dinodai
oleh merebaknya perilaku-perilaku culas (korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN),
yang terjadi masif hampir di setiap level instansi. Perilaku tersebut tidak
hanya dilakukan secara oligarkis oleh elite istana, tetapi juga menyebar ke
semua lini kekuasaan politik dan ekonomi, dari pucuk sampai akar, dari hulu
sampai hilir.
Selayaknya bulan Ramadhan
ini menjadi momentum spesial untuk merefleksikan (muhasabah) dan menghadirkan
makna puasa sesungguhnya di tengah situasi bangsa yang kian karut-marut. Puasa
dan korupsi
Salah satu makna ibadah
puasa adalah latihan hidup jujur dan disiplin. Sebab, orang yang berpuasa harus
menahan diri dari nafsu makan dan minum serta nafsu biologis. Selama satu bulan
umat Islam digembleng jasmani dan rohaninya dalam rangka persiapan menghadapi
sebelas bulan yang akan datang.
Semestinya nilai-nilai
kejujuran (sidik) dapat diimplementasikan dalam pola gerak keseharian.
Sebagaimana Allah SWT berfirman, Kecelakaan bagi orang-orang yang curang, yaitu
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta penuh,
dan apabila mereka menakar untuk orang lain mereka mengurangi.
(Al-Muthaffifin:1-3).
Ayat ini menegaskan bahwa
kebohongan (ketidakjujuran) menjadi biang keladi dari kejahatan-kejahatan,
seperti KKN. Yang kena dampak dari semua itu adalah rakyat kecil. Perilaku ini
seolah-olah sudah menjadi tren di kalangan pejabat tinggi dan elite penguasa
dari dulu sampai sekarang.
Menurut data Transparency
International yang bermarkas di Berlin, tahun 2005 Indonesia menempati
peringkat ke-137 dari 159 negara di dunia sebagai negara terkorup. Indeks
persepsi korupsi yang dicapai Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir
(1996) adalah 2,2. Angka ini meningkat 0,2 daripada indeks tahun sebelumnya.
Sementara Jabar menduduki
peringkat pertama sebagai provinsi yang melakukan korupsi pada 2004 (laporan
Indonesia Corruption Watch, 2004). Pada tahun yang sama, Transparency
International Indonesia mengeluarkan hasil studi bahwa DPR dan partai politik
adalah dua lembaga terkorup.
Laporan ini menunjukkan
bahwa korupsi merupakan salah satu persoalan besar di lingkungan Provinsi
Jabar. Bila laporan ini dihubungkan dengan visi Jabar, yaitu dengan iman dan
takwa menjadi provinsi termaju dan mitra terdepan ibu kota negara tahun 2010,
kasus-kasus korupsi harus menjadi hirauan utama semua elemen masyarakat, mulai
dari pemerintah daerah, DPRD, partai politik, hingga masyarakat sipil.
Di sinilah relevansi
ibadah puasa menjadi penting dalam upaya memberantas korupsi. Sebab, ibadah
puasa mengajarkan manusia untuk bersikap jujur, baik kepada diri sendiri, orang
lain, maupun masyarakat.
Kehilangan kejujuran akan
mendatangkan kepemimpinan yang kurang amanah (legitimate) dan korup. Tipisnya
jiwa amanah akan mengakibatkan tipisnya iman, dan tipisnya iman membuat orang
mudah terjerembab dalam gurita korupsi. Puasa dan kemiskinan
Bagaimanapun korupsi
merupakan perbuatan zalim, culas, dan pengecut, bahkan termasuk kategori
pengkhianatan publik. Perbuatan korupsi berdampak cukup luas karena merugikan
orang banyak, salah satunya menyebabkan kemiskinan.
Puasa Ramadhan diwajibkan
kepada semua orang Islam, kaya dan miskin, tua dan muda, laki-laki dan
perempuan. Betapapun kaya dan mampu seseorang, pada bulan Ramadhan ia harus
berpuasa.
Yang diperlukan adalah
pengalaman menderita karena lapar, haus, dan tidak terpenuhinya berbagai
kebutuhan yang biasa didapat dalam kehidupan di luar puasa.
Secara filosofis,
berpuasa sebulan penuh mestinya menyadarkan kita akan rasa lapar dan dahaga
yang justru tiap hari dialami kalangan fakir miskin. Pada bulan ini kita
dilatih untuk menjalani laku orang miskin yang serba kekurangan. Dengan puasa,
kita dididik untuk mengembangkan sense of awareness terhadap derita rakyat
miskin, yang kemudian melahirkan sikap empati dan simpati kepada mereka.
Selain itu, di pengujung
Ramadhan kita diperintahkan untuk berzakat fitrah. Perintah itu dapat kita
tafsirkan sebagai pesan ganda, ritual dan sosial. Disebut ritual karena
perintah berzakat berasal dari Allah SWT, tetapi muara dari zakat fitrah sangat
terkait dengan dimensi sosial.
Seiring dengan itu, Nabi
Muhammad SAW pernah berpesan kepada istrinya, Aisyah, Wahai Aisyah, dekatilah
orang-orang yang miskin. Cintai mereka, niscaya Allah akan dekat dengan kamu.
Makna pesan ini sangatlah
mendalam, terutama keterkaitan antara pesan ritual dan sosial yang terintegrasi
secara sistematis.
Jadi, momentum Ramadhan
tidak dapat ditunda lagi untuk menyantuni dan memberdayakan kaum miskin yang
lemah dan terlemahkan.
Mereka miskin bukan
karena takdir Tuhan, melainkan lebih disebabkan oleh sistem kekuasaan yang
tidak memihak kepada kaum miskin, atau disebut kemiskinan struktural.
Sejatinya semangat
Ramadhan ini kita jadikan sebagai gerak awal entitas bangsa ini untuk
mewujudkan clean and good governance, yakni Indonesia yang bersih dari korupsi,
sekaligus sebagai ajang keberpihakan kita kepada nasib kaum mustadh'afin.
Wallahualam.
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru