Gagasan tabloid INFOKU 58



Kemiskinan, Puasa dan Korupsi
(Penulis drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 8 sumber berbeda)

Matahari tengah panas panasnya saat INFOKU berbincang dengan si tukang becak, entah kenapa dia melarang namanya di tulis dalam berita atau semacamnya.
“mas . . . tapi jangan ditulis ya nama ku ” katanya ditengah tengah bercerita tentang kesehariannya sebagai supir becak(tukang becak).
Dia cerita, penghasilan yang kecil, malahan sering kurang alias minus untuk sehari harinya. sering pinjam sana pinjam sini, sehari saya rata-rata dapat ya biasa kadang kalau lagi ramai Rp 25 ribu sehari dari pagi sampai sore, tetapi bila sepi penumpang kadang satu saja tak dapat.

Saat ini minyak juga tahu sendiri lah naik, bahan pokok otomatis ikut naik, kami ingin juga menaikkan tarip becak ini tetapi melihat kondisi sepertinya kami hanya bisa menaikkan sedikit antara 2000 – 3000 di sesuaikan dengan beban angkutan dan jarak.
Untuk bulan puasa saya biasa saja, tak ada yang berubah, tetap bekerja kalau kuat insya’ allah ya puasa, puasa bukanlah alasan untuk tidak mencari nafkah untuk keluarga, tambahnya.
Dia mengaku pada tahun  kemarin saya puasa, dan alhamdulilah tetap bisa puasa yang penting tidak memaksakan diri, jika terasa  haus ya istirahat dulu baru lanjut keliling.
Itulah perkataan jujur seorang tukang becak lalu bagaiamana bila disbanding para koruptor …?
Memang pada tahun ini Ramadhan datang saat republik ini masih berduka. Kali ini bulan suci menyaksikan rentetan masalah yang datang silih berganti. baru-baru ini telah datang lagi bencana alam gempa bumi di Aceh yang memakan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit, serta Kenaikan harga BBM. Hal ini berimplikasi menambah deretan daftar masyarakat miskin.
Bahkan, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah penduduk miskin meningkat 3,95 juta jiwa. Jadi, jumlah absolut penduduk miskin kini menjadi 39,05 juta jiwa atau 17,75 persen dari total penduduk Indonesia.
Ironis memang. Padahal, bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang religius, beradab, santun, dan kaya akan sumber daya alam. Akan tetapi, sayang, realitasnya tidak menggambarkan citra yang melekat.
Hal itu telah dinodai oleh merebaknya perilaku-perilaku culas (korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN), yang terjadi masif hampir di setiap level instansi. Perilaku tersebut tidak hanya dilakukan secara oligarkis oleh elite istana, tetapi juga menyebar ke semua lini kekuasaan politik dan ekonomi, dari pucuk sampai akar, dari hulu sampai hilir.
Selayaknya bulan Ramadhan ini menjadi momentum spesial untuk merefleksikan (muhasabah) dan menghadirkan makna puasa sesungguhnya di tengah situasi bangsa yang kian karut-marut. Puasa dan korupsi
Salah satu makna ibadah puasa adalah latihan hidup jujur dan disiplin. Sebab, orang yang berpuasa harus menahan diri dari nafsu makan dan minum serta nafsu biologis. Selama satu bulan umat Islam digembleng jasmani dan rohaninya dalam rangka persiapan menghadapi sebelas bulan yang akan datang.
Semestinya nilai-nilai kejujuran (sidik) dapat diimplementasikan dalam pola gerak keseharian. Sebagaimana Allah SWT berfirman, Kecelakaan bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta penuh, dan apabila mereka menakar untuk orang lain mereka mengurangi. (Al-Muthaffifin:1-3).
Ayat ini menegaskan bahwa kebohongan (ketidakjujuran) menjadi biang keladi dari kejahatan-kejahatan, seperti KKN. Yang kena dampak dari semua itu adalah rakyat kecil. Perilaku ini seolah-olah sudah menjadi tren di kalangan pejabat tinggi dan elite penguasa dari dulu sampai sekarang.
Menurut data Transparency International yang bermarkas di Berlin, tahun 2005 Indonesia menempati peringkat ke-137 dari 159 negara di dunia sebagai negara terkorup. Indeks persepsi korupsi yang dicapai Indonesia dalam kurun waktu satu tahun terakhir (1996) adalah 2,2. Angka ini meningkat 0,2 daripada indeks tahun sebelumnya.
Sementara Jabar menduduki peringkat pertama sebagai provinsi yang melakukan korupsi pada 2004 (laporan Indonesia Corruption Watch, 2004). Pada tahun yang sama, Transparency International Indonesia mengeluarkan hasil studi bahwa DPR dan partai politik adalah dua lembaga terkorup.
Laporan ini menunjukkan bahwa korupsi merupakan salah satu persoalan besar di lingkungan Provinsi Jabar. Bila laporan ini dihubungkan dengan visi Jabar, yaitu dengan iman dan takwa menjadi provinsi termaju dan mitra terdepan ibu kota negara tahun 2010, kasus-kasus korupsi harus menjadi hirauan utama semua elemen masyarakat, mulai dari pemerintah daerah, DPRD, partai politik, hingga masyarakat sipil.
Di sinilah relevansi ibadah puasa menjadi penting dalam upaya memberantas korupsi. Sebab, ibadah puasa mengajarkan manusia untuk bersikap jujur, baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat.
Kehilangan kejujuran akan mendatangkan kepemimpinan yang kurang amanah (legitimate) dan korup. Tipisnya jiwa amanah akan mengakibatkan tipisnya iman, dan tipisnya iman membuat orang mudah terjerembab dalam gurita korupsi. Puasa dan kemiskinan
Bagaimanapun korupsi merupakan perbuatan zalim, culas, dan pengecut, bahkan termasuk kategori pengkhianatan publik. Perbuatan korupsi berdampak cukup luas karena merugikan orang banyak, salah satunya menyebabkan kemiskinan.
Puasa Ramadhan diwajibkan kepada semua orang Islam, kaya dan miskin, tua dan muda, laki-laki dan perempuan. Betapapun kaya dan mampu seseorang, pada bulan Ramadhan ia harus berpuasa.
Yang diperlukan adalah pengalaman menderita karena lapar, haus, dan tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan yang biasa didapat dalam kehidupan di luar puasa.
Secara filosofis, berpuasa sebulan penuh mestinya menyadarkan kita akan rasa lapar dan dahaga yang justru tiap hari dialami kalangan fakir miskin. Pada bulan ini kita dilatih untuk menjalani laku orang miskin yang serba kekurangan. Dengan puasa, kita dididik untuk mengembangkan sense of awareness terhadap derita rakyat miskin, yang kemudian melahirkan sikap empati dan simpati kepada mereka.
Selain itu, di pengujung Ramadhan kita diperintahkan untuk berzakat fitrah. Perintah itu dapat kita tafsirkan sebagai pesan ganda, ritual dan sosial. Disebut ritual karena perintah berzakat berasal dari Allah SWT, tetapi muara dari zakat fitrah sangat terkait dengan dimensi sosial.
Seiring dengan itu, Nabi Muhammad SAW pernah berpesan kepada istrinya, Aisyah, Wahai Aisyah, dekatilah orang-orang yang miskin. Cintai mereka, niscaya Allah akan dekat dengan kamu.
Makna pesan ini sangatlah mendalam, terutama keterkaitan antara pesan ritual dan sosial yang terintegrasi secara sistematis.
Jadi, momentum Ramadhan tidak dapat ditunda lagi untuk menyantuni dan memberdayakan kaum miskin yang lemah dan terlemahkan.
Mereka miskin bukan karena takdir Tuhan, melainkan lebih disebabkan oleh sistem kekuasaan yang tidak memihak kepada kaum miskin, atau disebut kemiskinan struktural.
Sejatinya semangat Ramadhan ini kita jadikan sebagai gerak awal entitas bangsa ini untuk mewujudkan clean and good governance, yakni Indonesia yang bersih dari korupsi, sekaligus sebagai ajang keberpihakan kita kepada nasib kaum mustadh'afin. Wallahualam.

Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru